Senin, 01 September 2014

Pinter belum tentu berpengalaman

        Berbicara tentang lika-liku hidup sudah pasti tidak akan ada habisnya.
Setiap orang mempunyai cerita unik dan terkadang diluar batas normal tentang hidupnya masing-masing. Tidak dapat dipungkiri setiap kejadian, peristiwa, dan tragedi dalam hidup ini sudah ada yang mengatur, yakni Tuhan yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
        Dalam kesempatan kali ini aku akan menggunakan diriku sendiri sebagai subjek cerita. Tidak menutup kemungkinan apa yang aku ceritakan tidak ada yang tau betul kejadiannya, mungkin hanya aku dan Tuhan yang tau, namun aku sadar betul apa gunanya merekayasa cerita, kalo memang begini adanya.
        Aku hanyalah seorang remaja biasa yang tumbuh dan berkembang disudut kota antah berantah pinggir Gunungkidul, DIY (sudah pernah aku jelaskan dalam postingan sebelumnya). Tak dipungkiri aku tumbuh diantara orang-orang berbagai macam kepribadian, yang mungkin saat ini sudah tidak tabu lagi untuk mengatakan bahwa "Mabuk" adalah hal yang wajar dalam kehidupan remaja saat ini. Namun Alhamdulillah, meskipun aku bersanding dengan orang-orang berkepribadian (katakanlah) demikian, aku tidak sekalipun masuk didalamnya. Itu adalah sebuah prestasi kecil dalam diriku yang telah mampu untuk menahan diri. Aku tidak sombong.
Mengingat usiaku yang lagi mateng-matengnya pada saat itu, pencarian jati diri adalah hal yang wajar salah satunya dengan mencoba ini itu termasuk melobi-lobi pertemanan. Namun aku akui temanku tak banyak pada saat itu mengingat aku memiliki sifat "Introvert", bukan pilih-pilih tapi memang sejak kecil aku berkepribadian Introvert.
        Singkat cerita setelah lulus dari bangku Sekolah Menengah Kejuruan, aku memutuskan untuk mandiri sekaligus mempraktekan ilmu yang telah 3 tahun aku pelajari, yakni Akuntansi. Entah kenapa aku mengambil jurusan itu, padahal sama sekali ngga ngerti dan ngga minat, namun akhirnya jadi cinta dengan Akuntansi. Disini, Surakarta, yang juga tempat kelahiranku, aku mencoba kembali menguangkan uang yang telah aku gunakan untuk biaya pendidikan, iya dengan Berkarir. Ditempat baruku ini tantangan hidup semakin sadis, harus bergelut untuk kemandirian dan melawan lingkungan yang kepribadian orangnya jauh lebih kejam dan kelam jika dibandingkan di Jogkakarta, namun aku berusaha mengikat keteguhan hatiku semakin erat untuk tidak terjerumus kedalamnya. Di kota ini aku mulai mengenal tragedi kehidupan remaja yg sesungguhnya tak terkecuali kehidupan malam, dengan sedikit pengetahuanku saat aku sesekali menyambangi Cafe dan kadangkala memasuki GrandMall walau bukan untuk tujuan negatif, sedikit banyak aku paham dan tau harus bagaimana aku mengambil sikap.
        Meskipun aku belum merasakan yang namanya kejamnya dicuekin Dosen, namun aku suka membaca buku dan belajar tentang kehidupan menakhlukan alam secara otodidak. Disini aku lebih banyak pengetahuan tentang kehidupan menuju kedewasaan karena berdampingan dengan orang-orang yang telah berpengalaman dari semua segi, lumayan ada bekal buat hidup suatu saat nanti.
Aku ibarat anak kemarin sore yg ngga ngerti dan ngga mau ngerti apa itu politik, namun akhirnya aku belajar, bukan untuk terjun atau masuk dalam lingkup Politik, namun aku ingin tahu seperti apa peran politik didalam kehidupan ini, dan kini aku sedikit banyak tahu bagaimana tingkah para Politisi mencuci otak rakyat (yang masih) awam. Itu adalah salah satu contoh pelajaran yang tak aku dapatkan di Sekolah namun dapat aku pelajari berkat orang-orang yang sudi mengajariku.
        Setelah tepat dua tahun aku berkarir disini, kegusaranku mulai muncul. Aku mulai menginginkan perubahan, dalam hati kecilku berniat untuk pergi lebih jauh lagi mencari pengalaman, ke Luar Pulau Jawa. Walau sebenernya disana ada Channel Karir, namun dorongan kuat itu perlahan memudar seiring berjalannya waktu. Dan kini aku masih bertahan dan bergelut dengan rasa gusar yang sama ditempat yang sama pula. Banyak planning dikepala yang belum aku realisasikan, entah karena pengaruh sikap Introvertku atau bukan aku ngga tahu, namun semuanya mengarah kepada 'Think before Action' yang itu merupakan ciri terkuat sikap Introvert. Bahkan aku cenderung 'Think Think Think before Action' inilah yang mengganjal lajunya planning hingga perlahan semakin terhambat dan menumpuk.
        Kemudian Tuhan berkata lain, dipenghujung bulan Agustus kemarin aku dipertemukan dengan seorang pria hampir sebaya, dengan bermula dari sebuah Gitar. Aku yang ingin lebih jago bermain gitar berjumpa dengan (sebut saja) Mas Genk diteras depan dengan tujuan utama mendalami tehnik bermain gitar yang benar. Baru dua hari perjumpaanku dengan Mas Genk, siapa sangka kita hampir ada persamaan sifat, aku yang sifatnya Introvert dan dia Ambivert, akhirnya perjumpaan hari kedua dihabiskan dengan bercerita tentang lika-liku hidup masing-masing ditemani gitar sebagai saksi bisu. Maklum aku bukan Smoker, jadi sepanjang cerita sebungkus rokok dia habiskan sendiri, aku hanya tersenyum. Dia menceritakan tentang masa-masa kelamnya hidup didunia malam, mendapatkan uang ratusan juta rupiah berkat beteman dengan Politisi, mempelajari ilmu tenaga dalam dan Ghaib, hingga akhirnya dia menjadi sampai seperti sekarang ini. Tak terasa cerita kita terpotong setalah jarum jam menunjukkan pukul 01.00 pagi, sudah lebih dari 4 jam kita bercerita tanpa henti dibalut angin malam yang dingin.
        Apa yang ia ceritakan seakan menjawab rasa penasaranku tentang sisi gelap kehidupan malam, semakin memperjelas tingkah licik Politisi yang telah aku pelajari, dan yang paling membuat merinding bulu kudukku adalah kisah-kisah sebelum dan pasca-belajar tentang ilmu Ghaib dan tenaga dalam. Jujur, (+-) 2 bulan yang lalu aku berniat membuka Indera ke-6 ku, namun dari beberapa pertimbangan akhirnya niat itu aku tangguhkan, karena aku merasa kekuatan imanku masih belum cukup.
Niatku untuk membuka Indera ke-6 adalah bukan untuk kejahatan namun aku ingin bener-bener tau bahwa makhluk Ghaib itu bener adanya.
Kemudian dari apa yang mas Genk ceritakan tentang kisah-kisahnya yang telah bertahun-tahun malang melintang dan bergelut dengan Dunia Ghaib, dia bilang bahwa hal semacam Indra ke-6 bisa saja muncul secara ilmiah seiring tebalnya iman, karena setiap orang bener adanya terlahir disertai kemampuan yg berbeda beda tergantung keyakinan dalam dirinya.
        Dalam cerita yang berlangsung lebih kurang 4 jam itu, dia sama sekali tak menutupi apa-apa saja yang menjadi dan terjadi dalam kisah hidupnya. Mas Genk, pertama kali aku menjumpainya adalah sosok pria yang cuek namun santun, dengan kulit tergolong putih dan wajah yang bersinar nan berseri aku tak menyangka dia mempunyai masalah yang amat berat dalam hidupnya, namun masalah itu Ia bungkus rapi kemudian dibalut dengan senyuman hingga tak seorangpun tau tentang masalahnya. Aku kagum dan menghela nafasku dalam-dalam, hingga aku merasa malu jika harus mengeluh tentang masalahku yang tak seberapa ini jika dibandingkan dg masalahnya. Disini aku mulai belajar dan paradigmaku mulai aktif dan hidup kembali.
Dia yang hanya mengenyam pendidikan sampe dengan Sekolah Menengah Pertama, mempunyai jiwa seni dan kreatif diberbagai bidang, dia mengaku mempelajari segala sesuatu dengan cara Otodidak, seperti bermain gitar, memindai virus komputer, sampai Otak-atik motor. Pengalaman berkumpul dan bergelut dengan orang-orang (katakanlah) liar menjadikannya banyak teman, dan bisa dibilang Ia amat disegani. Mulai dari orang biasa, preman, dan Polisi serta TNI telah biasa bergaul baik dengannya. Dia menyebutkan itu terjadi berkat masa-masa remajanya yang terjerembab ke lembah kehancuran, Miras.
Namun kini dia telah sadar setelah lebih dari sepuluh tahun bergelut dengan kehidupan seperti itu. Kehidupannya saat ini 360 derajat berubah, yang membuat Ia sadar adalah kini Ia sudah bukan lajang lagi, bahkan dia sudah memiliki tanggungan anak dan Istri.
      Perjalanan hidup yang penuh lika-liku semuanya tergambarkan melalui rangkaian kata-kata dalam wujud cerita. Dan jika diambil secara garis besar bahwa Dia (Mas Genk) bukan orang yang berpendidikan namun berkat pengalaman berani masuk dalam kehidupan malam dan belajar Otodidak menjadikannya tau dan sadar betul pahit manisnya hidup yang telah Ia jalani. Dia juga tak luput menceritakan awal mulanya dia berani mempermainkan perempuan atas dasar dia pernah tersakiti oleh tulusnya cinta. Setelah mempunyai pasangan akhirnya dia juga berbagi rahasia denganku bagaimana cara menakhlukan wanita sekalipun kita tidak kenal bahkan baru ketemu. Menurutku, ini hal yang paling menakjubkan dibalik cerita panjang kami dimalam itu. Namun ada baiknya aku tidak membeberkan ini di Publik, dan menjadi konsumsi Publik. Karena banyak orang yang telah menyalahgunakan tips berharga ini setelah mereka tahu apa-apa saja kelemahan-kelemahan wanita dan cara mendapatkan hatinya.
        Kesimpulannya, setiap manusia bersusah payah belajar untuk mendapatkan Ilmu, lalu menggunakan Ilmu itu untuk kehidupan yang lebih baik. Namun dibalik tajamnya Ilmu, karena ilmu itu seperti pedang yang bisa digunakan untuk baik dan jahat maka seberapapun tinggi Ilmu yang dipelajari tidak akan berguna jika disalahgunakan. Ilmu juga tidak akan bermanfaat jika tidak dibagikan dengan orang lain, dan yang paling berbahaya adalah jika Ilmu itu menjadi boomerang bagi diri sendiri. Jangan sampai.
        Karena Orang yang berpengalaman sudah tentu pinter, namun orang yang pinter belum tentu berpengalaman.
Orang pinter selalu mengedepankan teori namun Orang Pengalaman selalu mengedepankan Praktek. Teori tidak akan berjalan tanpa Praktek (dianggap Omong doang), namun Praktek bisa berdiri sendiri tanpa Teori.
Dan yang terakhir, jangan pernah membodohi orang lain dengan Ilmu yang kamu miliki. Karena semua perbuatan akan ada pertanggungjawabannya.
Seperti pepatah jawa "Sing nandhur bakalan ngundhuh" (Yang menanam bakal menikmati hasilnya).
Perbaiki Paradigmamu!

[t] : @PrasetyoEB
[FB & Path] : Prasetyo EkoBudi